Jakarta – 25, September 2022 diadakan peringatan Word Car Free Day Ke 20 sebagai Kota yang pertama kali menyelenggarakan Car Free Day di Indonesia Jakarta telah memasuki usia ke 20 tahun, Hadir dalam Kesempatan Tersebut Kabid Pengendalian lalu lintas dan jalan Dinas Perhubungan DKI Jakarta Massdes Arooffy menyampaikan saat ini Dinas Perhubungan DKi Jakarta Bersama tim Kerja HBKB yang terdiri dari 18 unsur perwakilan ( mulai dari Polda, Transjakarta, KPBB dan unsur SKPD yang ada di DKI Jakarta) telah berupaya menerapkan pelaksanaan Hari bebas Kendaraan bermotor sesuai dengan Pergub 12 tahun 2016 dan menjalankan amanat Perda No 2 tahun 2005 tentang pengendalian Pencemaran udara dimana pelaksanaan Car Free Day atau Hari Bebas Kendaraan Bermotor dimaksudkan untuk mengajak masyarakat Indonesia mengurangi ketergantungan penggunaan kendaraan bermotor dengan berjalan kaki, bersepeda atau menggunakan angkutan umum masal. Ajakan ini dilontarkan melalui kampanye sehari tanpa kendaraan bermotor di suatu kawasan tertentu di dalam kota sekaligus memanfaatkannya untuk ruang aktivitas bersosialisasi, pendidikan lingkungan hidup, olah raga rekreasi, seni dan budaya.
Sebagaimana kami ujicobakan pada 31 Maret 2001, kemudian dicanangkan pada 22 April 2001 dan berhasil diselenggarakan mulai 22 September 2002, bahwa Car Free Day diinisiasi untuk mengajak masyarakat mengurangi ketergantungan penggunaan kendaraan bermotor dalam melakukan perjalanan mereka sehari-hari – baik ke sekolah, bekerja, belanja, atau bersantai ke tempat-tempat hiburan/wisata – dengan cara-cara:
▪ Berjalan kaki. (untuk menempuh jarak pendek 1 – 3 km),
▪ Penggunaan Non Motorized Transport (kendaraan tidak bermotor seperti, sepeda dll untuk menempuh jarak
menengah 3 – 7 km),
▪ Penggunaan angkutan umum masal (untuk menempuh jarak jauh).
Dengan mengurangi ketergantungan penggunaan kendaraan bermotor, maka pencemaran udara dan kemacetan lalu lintas dapat diturunkan.
Ahmad Safrudin selaku inisator dari car free day Indonesia juga mengatakan Seperti kita ketahui, pencemaran udara telah menjadi ancaman serius bagi masyarakat terutama mereka yang tinggal di kawasan perkotaan dengan kepadatan kendaraan bermotor yang tinggi. WHO merelease laporan bahwa pada 2014 diestimasikan seperdelapan kematian umat manusia di seluruh dunia atau sekitar 8 juta jiwa per tahun meninggal akibat terpapar pencemaran udara1. Dari jumlah itu, 68.000 jiwa terjadi (meninggal) di Indonesia, yang artinya setiap hari 165 orang meninggal karena pencemaran udara.
Di Jakarta sendiri, sejak 2012 pencemaran udara cenderung meningkat pada posisi TIDAK SEHAT menurut 3 (tiga) parameter dominan (PM, O3 dan SO2); di mana pada 2017 rata-rata tahunan konsentrasi PM2.5 mencapai 38,9 µg/m3, PM10 mencapai 65,8 µg/m3, O3 mencapai 230 µg/m3, SO2 mencapai 44,6 µg/m3. Hal ini berdampak pada 58,3% warganya menderita sakit/penyakit akibat terpapar pencemaran udara2, sehingga harus membayar biaya berobat mencapai Rp 51,2 Triliun (2016). Kini, pencemaran udara menjadi resiko tunggal terbesar di dunia yang mengancam kesehatan lingkungan.
Demikian halnya kemacetan lalu lintas, telah menyebabkan kerugian ekonomi dan sosial akibat pemborosan bahan bakar, beban pengaturan lalu lintas, memperberat beban pencemaran udara dan hilangnya waktu produktif. Kerugian sosial ekonomi ini mencapai angka yang dramatis, yaitu Rp 67 Triliun/tahun3 untuk Jakarta, Rp 3 Triliun/tahun untuk Bandung. Karena kemacetan, kecepatan lalu lintas di Jakarta menjadi di bawah 17 KM per jam, jauh dari ideal 50 KM per jam.
Tanggal 22 September 2022 adalah tahun ke-20 penyelenggaraan Car Free Day di Jakarta; sebuah public event yang telah menjadi trend setter bagi penyelenggaraan Car Free Day di lebih dari 200 kota di Indonesia maupun kota-kota di negara lain seperti Manila, Bangkok, Kathmandu, dan Kuala Lumpur serta London. Untuk itu, ke depan penyelenggaraan Car Free Day harus diarahkan pada upaya-upaya yang lebih serius dan konsisten dengan langkah- langkah, pertama harus ada peningkatan kualitas penyelenggaraan Car Free Day. Di Jakarta misalnya, telah mengalami pasang surut termasuk pengurangan jam operasional penyelenggaraan, di samping konsitensi penutupan jalan, pengukuran kualitas udara dan partisipasi para pihak agar tetap sejalan dengan visi dan misi Car Free Day.
Kedua, guna pembelajaran untuk kota-kota lain di Indonesia, penyelenggaraan Car Free Day harus berpatokan pada SOP. Hal terkait situai di mana kebanyakan kota menyelenggarakan Car Free Day tidak sesuai standar/ketentuan Car Free Day Indonesia, bahkan cenderung hanya sekadar penyelenggaraan event “profit oriented” yang mengabaikan ketentuan dan prinsip-prinsip penyelenggaraan Car Free Day.
Ketiga, saatnya melakukan review penyelenggaraannya terutama CFD di Jakarta agar menjadi lebih baik lagi di masa yang akan datang, baik dalam konteks substansi visi misi maupun penataan teknis yang mampu membagi ruang peruntukan secara efektif dan baik.
Keempat, CFD harus menjadi trigger perbaikan traffic management dan kebijakan low emission zone. Pengembangan fasilitas pejalan kaki, pesepeda dan angkutan umum masal harus benar-benar direalisasikan secara massif di seluruh wilayah kota dan tidak terjebak pada kebijakan etalase atau lips service yang hanya mempercantik fasilitas2 tersebut di Jalan Sudirman-Thamrin, Kawasan Monas, Menteng, Kebayoran Baru; tetapi abai pada pengembangannya di kawasan lain
di wilayah DKI Jakarta. Kebijakan pemerintah kota harus merefleksikan pemenuhan fasilitas sesuai dengan gerakan yang diserukan oleh penyelenggaraan CFD.
Kelima, pengembangan fasilitas pejalan kaki yang menghubungkan fasilitas pemberhentian angkutan umum masal juga harus disegerakan sehingga akses pengguna angkutan umum tersebut lebih mudah dan tidak tergantung pada angkutan umum yang tidak memenuhi syarat keamanan, keselamatan dan kenyamanan seperti ojek dan taksi berplat hitam. Hal ini akan menjadi percepatan adopsi pengurangan ketergantungan masyarakat akan kendaraan bermotor.
Keenam, PKL harus direlokasi ke kawasan yang memang diperuntukkan sebagai tempat berdagang bagi PKL sehingga tidak menjadi pelanggaran pidana berupa gangguan fungsi jalan termasuk jalan untuk lalu lintas pejalan kaki sebagaimana diamanatkan pada UU No 38/2004 tentang Jalan dan UU No 22/2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya. Untuk itu, Dinas KUKM harus ambil bagian dalam merancang program membangun kawasan untuk relokasi berdagang PKL dengan membebaskan lahan-lahan yang ideal untuk tempat berdagang para PKL.
Ketujuh, menjaga konsistensi penerapan Jakarta Car Free Day yang telah dimandatkan oleh PERDA No 2/2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara adalah modal utama dalam membangun karakter masyarakat kota dalam mengurangi ketergantungan penggunaan kendaraan bermotor. Dengan harapan ke depan warga kota Jakarta dan kota- kota lain di Indonesia akan lebih bijaksana dalam melakukan perjalanan sehingga tidak menambah beban pencemaran udara, pemborosan BBM dan kemacetan yang dampaknya sangat fatal bagi kesehatan masyarakat, pertumbuhan ekonomi maupun produktivitas kerja.
Kedelapan, pun pemerintah kota harus konsisten dalam membangun infrastruktur kota yang kondusif bagi para pejalan kaki, pesepeda dan para pengguna angkutan umum masal.
Kesembilan, saatnya menggalang usaha charity untuk menindaklanjuti pelaksaaan Car Free Day dalam rangka membantu para korban pencemaran udara.
Kesepuluh, untuk penerapan low emission zone, maka saatnya Pemda DKI Jakarta mencanangkan Jalan Sudirman- Thamrin dan Monas sebagai Low Emission Zone, yang hanya boleh dilalui oleh kendaraan tidak bermotor, kendaraan berbahan bakar gas, kendaraan listrik dan kendaraan yang lulus uji emisi serta kendaraan yang tidak berbahan bakar Premium 88, Pertalite 90, Solar 48 dan Dexlite.
Dengan begitu, maka penyelenggaraan Car Free Day tidak berhenti pada kegiatan ceremonial belaka, tetapi lebih berdaya guna dalam memperbaiki kehidupan kota yang lebih humanist and sustainable. (Peg)