Poscyber (Jakarta) – Deflasi dapat menimbulkan dampak negatif yang luas terhadap perekonomian apabila kebijakan makro dan kebijakan sektor riil tidak diperbaiki dan tetap seperti sekarang.
Sebab deflasi tidak begitu saja terjadi, melainkan merupakan rangkaian permasalahan pengelolaan ekonomi yang tidak tepat dan memadai. Akibatnya lebih banyak pengangguran yang tidak bisa diukur secara baik karena fenomena sektor informal sangat banyak.
Demikian dikatakan ekonom senior Indef, Ekonom Senior Indef Didik J Rachbini kepada wartawan Jum’at (8/8) dikutip CNN.
Diketahui, Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), deflasi pada Mei sebesar 0,03 persen, pada Juni 0,08 persen dan meningkat pada Juli 2024 sebesar 0,18 persen.
Deflasi adalah fonemena turunnya harga harga secara umum dan bertambahnya nilai uang.
Menurut Didik, deflasi kedengarannya menguntungkan bagi konsumen karena harga yang lebih rendah. Tetapi ini bisa menjadi alarm makro ekonomi yang sebenarnya menjadi penanda awal masyarakat sedang tidak berdaya untuk membeli barang-barang kebutuhannya.
“Deflasi ini secara umum merupakan gejala konsumen secara luas tidak bisa mengkonsumsi barang dengan wajar atau setidaknya menunda konsumsinya,” kata Didik
Dia mengatakan, yang jelas didepan mata adalah penurunan pengeluaran konsumsi, Dengan menunda pembelian untuk mengantisipasi harga yang lebih rendah lagi di masa depan karena keterbatasan pendapatannya dan banyak yang menganggur.
Padahal katanya, dunia usaha tengah tidak baik-baik saja, khususnya industri manufaktur sehingga terjadi banyak PHK. Komplikasi itu tambahnya membuat kondisi makin berat.
“Dunia usaha mengalami penurunan pendapatan akibat konsumsi masyarakat turun sehingga dengan terpaksa memberhentikan pekerja atau mengurangi jam kerja. Dalam jangka lebih panjang bisa terjadi stagnasi atau penurunan upah karena pada keadaan seperti ini pengusaha juga dapat memotong upah atau menghentikan kenaikan upah,” pungkasnya. (**/sk)