BANDUNG- Ada tiga hal yang melandasi pemikiran Demokrat mendorong agenda perubahan. Tiga alasan itulah yang menjadi topik bahasan pidato politik Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Pertama, studi dan pengamatan atas kebijakan negara dan pemerintah selama sembilan tahun terakhir. Kedua, permasalahan serius yang dirasakan rakyat. Ketiga, keinginan dan harapan rakyat, yang dijumpai di seluruh Tanah Air.
Hal tersebut disampaikan AHY dalam pidatonya bertema agenda perubahan dan perbaikan untuk Indonesia yang lebih baik, Jumat (14/7) malam. Pidato AHY disiarkan di empat stasiun televisi nasional yaitu TV One, Metro TV, CNN Indonesia, dan Kompas TV.
Pengurus dan kader Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrat Jabar menggelar nonton bareng pidato AHY tersebut. Tempatnya di lantai 2 Kantor DPD Jl PHH Mustofa, kompleks Surapati Core, Kota Bandung. Secara serius para kader di Jawa Barat menyimak kata demi kata yang disampaikan AHY.
Dalam pidatonya AHY menyebut ada capaian selama pemerintahan Jokowi. Namun menurut AHY, tetapi harus kita akui secara jujur, sembilan tahun terakhir terjadi sejumlah kemandekan. Bahkan kemunduran serius.
“Pertumbuhan ekonomi menurun. Jauh di bawah yang dijanjikan tujuh persen hingga delapan persen. Pertumbuhan ekonomi stagnan di angka lima persen. Bahkan, sempat anjlok ketika pandemi Covid-19,” kata AHY.
Akibatnya serius. Penghasilan dunia usaha dan kesejahteraan rakyat terpukul. Daya beli golongan menengah ke bawah juga menurun. Kemiskinan dan pengangguran meningkat. “Sementara itu, ketika ekonomi tumbuh rendah, yang meroket justru utang kita, baik utang pemerintah maupun BUMN,” tegas AHY.
Ada yang berdalih, lambatnya pertumbuhan ekonomi karena pandemi Covid-19. “Argumentasi seperti ini, saya nilai hanya separuh benar. Faktanya, sebelum pandemi datang, ekonomi kita sudah mengalami permasalahan. Sehingga, mesti ada sebab dan faktor yang lain, di luar pandemi,” paparnya.
Demokrat berpendapat, faktor lain itu menyangkut kebijakan dan langkah pemerintah dalam mengelola ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Juga, dalam menentukan prioritas pembangunan dan upaya mengatasi krisis.
“Sulit dimengerti, ketika ekonomi menurun; kekuatan fiskal melemah dan utang tinggi, pemerintah justru membangun infrastruktur secara besar-besaran,” papar AHY.
Ironisnya lagi, sebagian proyek dan megaproyek tersebut tidak berdampak langsung pada kehidupan dan kesejahteraan rakyat yang tengah mengalami tekanan. “Seharusnya, proyek-proyek tersebut masih bisa ditunda pelaksanaannya,” kata AHY.
Partai Demokrat berpendapat, pemerintah tidak sensitif. Pemerintah juga kurang berpihak kepada seratus juta lebih rakyat kita, yang sedang mengalami kesulitan hidup yang serius. “Menurut kami, sikap, kebijakan dan tindakan pemerintah seperti inilah yang perlu diubah dan diperbaiki,” tegas AHY.
Ketika terjadi krisis dan tekanan ekonomi yang dampaknya sangat dirasakan masyarakat, prioritas dan alokasi anggaran negara seharusnya diarahkan meringankan penderitaan rakyat. Utamanya para petani, nelayan, kaum buruh, dan golongan lemah lainnya.
AHY lantas beri data per Maret 2023. Posisi utang pemerintah dan BUMN sudah mencapai Rp 7.800 triliun. Bunga utangnya yang harus dibayar pemerintah senilai anggaran pendidikan di APBN. Yakni sekitar Rp 400 triliun. “Itu baru bunganya saja,” kata AHY. (Lis )