Jakarta, Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serius menyelesaikan proses penataan kawasan hutan hingga 100% pada tahun 2023. Hal tersebut diungkapkan oleh Menteri LHK, Siti Nurbaya pada saat me-launching Penyelesaian Tata Batas Menuju Penetapan Kawasan Hutan 100% Tahun 2023, di Jakarta (30/1/2023).
Menteri Siti menerangkan, bisa dikatakan bahwa soal pengukuhan kawasan hutan hampir selalu menjadi alasan pembenar atau justifikasi perilaku jahat perambahan kawasan hutan. UUCK telah memberikan jalan keluar dari kombinasi kerja antara UU 41 tahun 1999 dan UU 18 tahun 2013, dimaksudkan untuk mengatasi masalah yang telah puluhan tahun berlangsung dan tidak terselesaikan oleh pemerintah.
“UUCK menegaskan norma-norma untuk penyelesaian masalah-masalah penggunaan dan pemanfaatan hutan secara illegal dan ditetapkan secara teknis dengan PP 24 Tahun 2021 yang jelas sudah dapat memberikan langkah penyelesaian. Maka sesuai UUCK pada November 2023 diproyeksikan sudah ada penyelesaian yang konkrit dan menyeluruh,” terang Menteri Siti.
Kawasan Hutan Indonesia seluas 125.795.306 Hektar dengan panjang batas 373.828,44 KM yang terdiri dari 284.032,3 KM batas luar dan 89.796,1 KM batas fungsi kawasan hutan. Sampai dengan Desember 2022 telah dilakukan penataan batas kawasan hutan sepanjang 332.184,0 KM (88,88%) yang terdiri dari penataan batas luar kawasan hutan 242.387,8 KM (65%) dan penataan batas fungsi kawasan hutan sepanjang 89.796,1 KM (24%).
Realisasi penetapan kawasan hutan hingga Desember 2022 adalah seluas 99.659.996 Ha yang terdiri dari 2.328 unit SK Penetapan Kawasan Hutan. Khusus untuk Tahun 2022, sebagai bentuk keseriusan penyelesaian percepatan pengukuhan kawasan hutan, telah dicapai penetapan kawasan hutan seluas 10.006.045 Ha yg terdiri dari 179 SK. Terjadi lonjakan luas penetapan kawasan hutan dalam periode 10 tahun terakhir secara signifikan menjadi total sebesar 79,2% dari total luas kawasan hutan Indonesia.
“Tersisa seluas 26.137.830 Ha yang akan ditetapkan pada tahun 2023. Dalam rangka semangat pengukuhan kawasan hutan sebagaimana amanat UUCK Nomor 23 Tahun 2020, khusus untuk tahun 2022 sebagai bentuk keseriusan penyelesaian percepatan pengukuhan kawasan hutan, telah dicapai penetapan kawasan hutan seluas 10.005.244 Ha yang terdiri dari 178 SK,” terang Menteri Siti.
Kegiatan penataan batas kawasan hutan di lapangan, dilaksanakan dengan melibatkan panitia tata batas yang terdiri dari perwakilan BPKH, Dinas Kehutanan Provinsi, Badan yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang Penataan Ruang di tingkat Kab./kota, Kantor Pertanahan ART/BPN Kab./Kota, Bagian Tata Pemerintahan Setda Kab./Kota, UPT lingkup Kementerian, Camat setempat, instansi yang membidangi kelautan, pesisir dan pulau kecil apabila di wilayah kawasan konservasi perairan.
Menteri Siti mengungkapkan bahwa, penyelesaian tata batas kawasan hutan ini merupakan sebuah perjalanan sangat panjang dan terus mendapatkan bimbingan serta arahan yang intens dari KPK-RI. “Sangat dapat dipahami bahwa hal ini menjadi salah satu fokus dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi sektor sumber daya alam, sebab banyak permasalahan di lapangan terutama dari pihak-pihak advonturir dan opportunist mengambil persoalan tata batas sebagai alasan mereka melakukan kejahatan kehutanan seperti perambahan, pembalakan liar dan penguasaaan kawasan secara illegal,” ungkap Menteri Siti.
Pada kesempatan ini juga, Menteri Siti menyampaikan terima kasih kepada kepada para panitia tata batas di seluruh wilayah Indonesia, serta para pemangku kepentingan, baik pemerintah pusat, daerah, hingga ke tingkat tapak. Apresiasi setinggi-tingginya juga Menteri Siti sampaikan kepada semua pihak yang telah mendukung dan berkontribusi tercapainya progress penetapan kawasan hutan.
“Pekerjaan lapangan seperti ini hampir selalu tidak mudah, meskipun juga tidak selalu sulit, yang kita lakukan ini dengan penataan batas dan pemantapan kawasan hutan tidak lain ialah upaya melindungi segenap tumpah darah dan bangsa Indonesia!” tegas Menteri Siti.
Menteri Siti melanjutkan, tugas kerja yang cukup berat ini akan menjadi tonggak kokoh menuju Sustainable Forest Management dan tata kelola kehutanan, untuk menjadi kejelasan hak dan kewajiban masyarakat serta keberpihakan nyata pada masyarakat. Selain itu juga, untuk menjadi kejelasan dan ketegasan dalam berinteraksi dengan dunia internasional dan dalam menjawab berbagai isu yang dialamatkan kepada Indonesia, sebagai negara dengan kekuatan hutan tropis di dunia.
Sebagai referensi, Pengukuhan Kawasan Hutan merupakan rangkaian kegiatan Penunjukan Kawasan Hutan, Penataan Batas Kawasan Hutan, Pemetaan Kawasan Hutan dan Penetapan Kawasan Hutan. Ditujukan untuk memberikan kepastian hukum atas status, letak, batas dan luas kawasan hutan.
Pengukuhan Kawasan Hutan diawali dengan tahapan Penunjukan Kawasan Hutan yang merupakan penetapan awal peruntukan suatu wilayah tertentu sebagai Kawasan Hutan. Penunjukan ini dilandasi pada kesepakatan berbagai pihak dan instansi yang berkaitan dengan pemanfaatan dan penggunaan lahan yang dimulai pada tahun 1980-an dengan sebutan Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK).
Setelah itu dilakukan Penataan Batas Kawasan Hutan dengan rincian kegiatan yang meliputi proyeksi batas, pemancangan patok batas, pengumuman hasil pemancangan batas yang diumumkan kepada masyarakat disekitar batas kawasan selama 30 hari, inventarisasi, dan penyelesaian hak pihak ketiga, pemasangan Pal serta Tugu Batas, pengukuran, dan pemetaan, serta pembuatan berita acara tata batas.
Hasil Penataan Batas selanjutnya dipetakan dan dilakukan Penetapan Kawasan Hutan melalui Keputusan Menteri. Pengumuman dan identifikasi Hak Pihak Ketiga dalam pelaksanaan tata batas luar kawasan hutan dimaksudkan untuk memastikan batas Hak Pihak Ketiga di sepanjang Trayek Batas Kawasan hutan.(*)