Bandung, Poscyber.com – Anggota DPRD Jawa Barat daerah pemilihan (dapil) Kabupaten Bogor H. Supono menilai formulasi penetapan upah buruh di Jawa Barat masih kurang.
Pernyataan politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini berdasarkan hasil pertemuan Plt. Bupati Bogor Iwan Setiawan bersama Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) juga Sekretaris Daerah Kabupaten Bogor dengan para serikat pekerja atau buruh Kabupaten Bogor, dalam rangka rangkaian kegiatan peringatan May Day, Senin 8 Mei kemarin.
Hasil pertemuan ini memuat empat tuntutan yang disampaikan para serikat pekerja Kabupaten Bogor.
Pertama meminta dicabutnya Undang-Undang Nomor 6 tahun 2023 tentang Cipta Kerja, yang kedua tolak Permenaker Nomor 5 tahun 2023 tentang Penyesuaian Pengupahan pada Perusahaan Industri Padat Karya. Kemudian yang ketiga yakni melaksanakan notulen Lembaga Kerjasama (LKS) Tripartit Kabupaten Bogor. Keempat yakni lebih sinergi atau pererat pertemuan dengan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kabupaten Bogor.
Berkaitan dengan LKS ada tiga poin yakni, yang pertama kaitan dengan perizinan di perusahaan yang terhambat, kedua terkait dengan pengupahan dan ketiga kaitan dengan rekrutmen pada pekerja khususnya di perusahaan yang ada di Kabupaten Bogor.
“Apa yang memang ingin diusulkan aspirasi dari teman-teman ini kami siap memfasilitasi baik itu ke Provinsi ataupun ke Pemerintah Pusat. Pada prinsipnya kami di Forkopimda ini ya tugasnya adalah melayani, siapapun mau kelompok apapun, golongan, suku dan agama, ras dan sebagainya wajib kita layani. Sebagai pelayan atau abdi masyarakat tidak boleh memilih-milih,” ujar Plt. Bupati Bogor.
Supono menyoroti betul soal pengupahan yang memang menjadi kebijakan di ranah Provinsi Jawa Barat.
“Menurut saya dengan standar hidup minimum saat ini upah buruh masih kurang, jadi saya kira perlu ada peningkatan, itulah perlu dihitung secara baik dari berbagai aspek oleh Pemdaprov Jabar,” tukasnya.
“Saya menghimbau dewan pengupahan itu harus menampilkan itu data-data yang real survei masyarakat, bahwa kebutuhan hidup minimumnya berapa, jabarkan dengan jelas point per point sebenarnya berapa, dari situ nanti ketemu formulasi yang tepat, jadi tidak terlalu jauh dari upah, dari kebutuhan hidup minimum masyarakat atau pekerja buruh,” lanjut Supono.
Perwakilan Pemerintah melalui Dinas Tenaga Kerja juga harus pro kepada buruh, hal inilah yang dinilai Supono selama ini juga menjadi salah satu problem pengupahan di Jawa Barat.
“Kalau yang mewakili dari unsur pemerintahan dalam dewan pengupahan itu tidak pro, ya maka otomatis kalau tidak pro buruh pronya kepada oligarki penanam modal atau perusahaan atau industri itu jadi ketimpangan nantinya,” pungkas Supono, Selasa (08/05/2023).