Bogor – Di hadapan para peserta Sosialisasi 4 Pilar MPR, yang berasal dari APPI (Aksi Pemuda Peduli Indonesia), Forkabi (Forum Komunikasi Anak Betawi), PKS Muda, dan komponen masyarakat yang lain, Anggota MPR RI dari FPKS, Habib Fahmy Alaydroes mengajak untuk menguatkan komitmen meneladani kenegarawanan para Bapak Bangsa, dan mengingatkan, bahwa salah satu tugas MPR adalah menyampaikan keteladanan itu melalui Sosialisasi Empat Pilar MPR RI kepada seluruh lapisan masyarakat, termasuk kepada komunitas APPI saat ini. “Hal ini tidak lain kecuali untuk menyegarkan ingatan, menguatkan komitmen menyangkut kehidupan berbangsa dan bernegara, dasar dan ideologi negara, serta konstitusi, agar dapat melanjutkan keteladanan dari para Bapak dan Ibu Bangsa, papar Habib dengan penuh semangat “Jadi, Acara Sosialisasi 4 Pilar semacam ini harus mampu mendorong kita untuk bisa melanjutkan keteladanan dari para pendiri bangsa,” papar Habib Fahmy.
Pernyataan itu disampaikan Habib Fahmy pada acara Sosialisasi Empat Pilar MPR RI di gedung DPTD PKS Kab. Bogor pada Rabu 26 Juli 2023 di kawasan perkantoran Pemda, Cibinong.
“Kompromi tentang Pancasila sebagai dasar dan ideologi bangsa Indonesia disepakati pada 22 Juni 1945. Tetapi pada 17 Agustus sore, masuklah berbagai aspirasi dan keberatan. Yang menarik, keberatan itu bukan menjadi pembelah bangsa. Berbeda dengan kenyataan saat sekarang, di mana perbedaan memunculkan istilah kadrun, kampret dan seterusnya. Padahal, para bapak dan ibu bangsa sudah memberikan keteladanan dalam mensikapi perbedaan, dan kemampuan membuat solusi dan kompromi untuk kemaslahatan bangsa dan negara”ungkap Habib Fahmy.
Pidato tentang Pancasila sebagai dasar dan Ideologi negara pada sidang BPUPK 31 Mei-1 Juni 1945, kata anggota Komisi X DPR RI, ini melahirkan dua poros ideologi besar, yaitu kebangsaan dan keagamaan Islam. Tetapi keduanya bukan saling membelah dan memisahkan. Baik poros ideologi nasionalis kebangsaan maupun nasionalis religius berupaya menemukan kompromi, agar kebhinnekaan itu menghadirkan ketunggalikaan.
Selanjutnya dibentuklah panitia kecil terdiri dari 8 orang. Pada 1 Juni, sesudah menyampaikan pidato tentang Pancasila, dibentuklah panitia 8 untuk merumuskan kesepakatan. Oleh Bung Karno, keanggotaan panitia kecil itu diubah dengan alasan tidak seimbang. Karena dari 8 anggota panitia kecil 6 di antaranya merupakan anggota poros ideologi kebangsaan, dan hanya dua orang dari keagamaan.
“Bung Karno memperlihatkan kenegarawanannya, mengubah Panitia Delapan menjadi Panitia Sembilan dengan mengakomodasi semua kelompok. Ada empat orang poros ideologi kebangsaan. Yaitu, Soekarno, Hatta, Moh. Yamin dan A. Soebardjo, serta satu kelompok kebangsaan Nasrani AA. Maramis. Lalu empat orang dari kelompok kebangsaan Islam, terdiri dari dua ormas Islam, KH. Wahid Hasyim (NU) dan KH Kahar Muzakir (Muhammadiyah) serta 2 dari partai Islam H. Abikoesno Tjokrosoejoso dan H. Agus Salim. Kelompok Sembilan menghasilkan kompromi tentang Pancasila pada 22 Juni, dan dikenal sebagai Piagam Jakarta,” ungkap Habib Fahmy.
Ternyata, hasil kompromi Pancasila 22 Juni, itu diprotes oleh masyarakat Indonesia Timur. Dan sesuai prinsip kenegarawanan yg mengedepankan maslahat terbesar, keberatan tersebut diterima, sehingga lahir kesepakatan final Pancasila 18 Agustus. Sila pertamanya berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa.
“Inilah hikmah besar yang harus dipelajari dan diteladani dari para pendiri bangsa, terutama oleh kalangan terpelajar
seperti APPI, dan oleh MPR maka dilahirkanlah Empat Pilar MPR RI. Agar dengan demikian pemahaman terhadap 4 pilar MPR RI selain mensejarah, melanjutkan keteladanan juga berkemampuan untuk mengawal dan mengawasi perjalanan kebangsaan. Agar bila ada yang menyimpang bisa diluruskan. Agar bila ada masalah bisa dicarikan solusinya. Dan agar mampu menjawab tantangan dan peluang zaman tanpa kehilangan jatidiri sebagai bangsa dan negara Indonesia. Agar dengan demikian cita-cita proklamasi dan reformasi selalu dapat diperjuangkan dan diwujudkan” pungkasnya. (Peg)