Oleh : I Made Rai Ridartha
Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Wilayah Bali
Poscyber.com (opini) – Kemacetan lalu lintas melanda hampir semua kota dan wilayah aglomerasinya termasuk di wilayah Sarbagita (Denpasar-Badung-Gianyar-Tabanan) di Provinsi Bali. Kemacetan tidak saja terjadi pada saat liburan, weekend, atau hari-hari besar, namun sudah terjadi sepanjang hari.
Kasus lumpuhnya pergerakan lalu lintas pada akhir tahun 2023 di seputaran Bandara, jalan Tol dan wilayah sekitarnya menjadi puncak dari semua persoalan kemacetan. Kita semua tahu bahwa penyebabnya adalah volume kendaraan sudah jauh melebihi kapasitas jalan. Rangkaian kendaraan sudah saling sambung menyambung dari satu simpang ke simpang lainnya. Solusinya Cuma satu, yaitu kurangi kendaraan yang ada di jalan. Persoalannya adalah bagaimana cara mengurangi jumlah kendaraan yang ada dijalan. Membatasi operasional kendaraan, terutama kendaraan pribadi, termasuk sepeda motor tanpa ada alternatif kendaraan pengganti bukanlah cara yang memadai. Artinya, perlu disiapkan layanan kendaraan pengganti kendaraan pribadi yaitu angkutan umum (massal). Layanan angkutan umum yang baik dan berkualitas diyakini mampu untuk mengurangi jumlah kendaraan dijalan.
Sejak layanan angkutan umum tradisional mulai menghilang karena adanya dominasi kendaraan pribadi terutama sepeda motor, maka kemacetan mulai terasa di mana-mana. Oleh sebag itu beberapa tahun yang lalu diperkenalkan layanan angkutan umum massal dengan nama Trans Sarbagita. Beroperasi saat awal dengan 2 koridor mendapatkan apresiasi yang cukup dari masyarakat yang wilayahnya terkait dengan rutenya. Namun, seiring berjalannya waktu, operasional Trans Sarbagita bukannya membaik, malahan semakin menurun kualitas layanannya. Hal ini tidak terlepas dari kebijakan yang dikeluarakan untuk mengurangi anggaran operasionalnya. Memang koridor tidak ada yang dikurangi, namun sebagai akibatnya adalah frekuensi layanan yang semakin renggang. Hal ini berdampak pada menurunnya minat menggunakan Trans Sarbagita, karena waktu tunggu yang relatif lebih lama dari sebelumnya. Operasional Trans Sarbagita bagai pepatah, hidup segan matipun tak mau.
Beberapa waktu kemudian, tepatnya September 2020, diluncurkan layanan angkutan umum massal berbasis bus (BTS) Trans Metro Dewata (TMD). Pada saat awal hanya dioperasikan 1 koridor (K1) hingga bulan Desember 2020 dioperasikan koridor kedua (K2). Total penumpang selama 4 bulan pada tahun 2020 adalah 187.677 orang dengan load factor 18,08%. Kemudian pada tahun 2021 TMD melayani 4 koridor (K1-K4) dengan total penumpang 1.885.091 dengan load factor 30,27%. Jumlah penumpang koridor K1 yang tertinggi 578.815 orang. Selanjutnya pada tahun 2022 dioperasikan 5 koridor sehingga jumlah penumpang mengalami peningkatan menjadi 2.390/745 orang dengan load factor 37,31%. Koridor K1 tetap menjadi pengumpul terbanyak yaitu 678.014 orang. Pada tahun 2023 jumlah penumpang mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu 2.074.339 orang dengan load factor 38,87%. Koridor K1 tetap menajdi primadona dengan jumlah penumpang 580.510 orang. Selanjutnya pada tahun 2024 terhitung sejak buan Agustus 2024 layanan TMD menjadi 6 koridor. Jumlah penumpang mengalami dengan total 1.701.148 dengan load factor 30,06%. Secara keseluruhan, TMD mengoperasikan sebanyak 105 unit kendaraan. Terhitung sejak diluncurkan pertama kali hingga 31 Oktober 2023 yang diselingi dengan pandemic covid-19, TMD tidak memungut bayaran kepada penumpangnya (gratis). Terhitung 31 Oktober 2023 sampai saat ini, penumpang TMD dikenakan tarif sebesar Rp.4.400,- untuk sekali pakai. Diberlakukan juga untuk tarif khusus pelajar dan lansia yang nilainya lebih murah. Trans Metro Dewata dioperasikan oleh 317 orang yang terdiri dari 228 pramudi, 10 petugas administrasi, 16 petugas operasional, 31 mekanik dan bengkel, 14 sekuriti. 14 petugas lainnya dan 4 manajemen. Untuk mengoperasikan TMD didukung pembiayaannya oleh Kementerian Perhubungan dan akan berakhir 31 Desember 2024. Kelanjutan operasional TMD diharapkan dapat diteruskan oleh pemerintah daeha (provinsi kab/kota) diwilayah Sarbagita.
Menjelang berakhirnya dukungan pembiayaan dari Kementerian Perhubungan dan belum jelasnya pembiayaan untuk melanjutkan operasionalnya, menjadikan TMD berada di ujung tanduk. Hingga saat ini belum ada kepastian tentang bagimana nasib TMD selanjutnya. Apakah akan diteruskan atau dihentikan. Pemerintah daerah di Sarbagita hingga saat ini belum memberikan keterangan, kepastian dan jaminan untuk keberlangsungannya. Sementara itu Kementerian Perhubungan juga belum memberikan pernyataan resmi tentang operasional Trans Metro Dewata pada tahun 2025. Dampak dari situasi ini telah terlihat dengan jelas. Para pengguna TMD yang tergabung dalam komunitas Teman Bus TMD dari berbagai golongan dan kalangan sangat berharap TMD tetap dioperasikan, karena mereka sudah sangat tergantung dengan layanan TMD untuk kegiatan perjalanannya sehari-hari. Para pengguna telah berusaha untuk memberikan pesan-pesan melalui gambar, video dan kalimat-kalimat bahwa TMD adalah sebuah layanan yang sangat bermanfaat. Memang dalam perjalanannya terdapat pihak-pihak yang memandang TMD secara sinis dengan kerap mengatakan menghambur-hamburkan uang, bus sering kosong dan membuat macet dijalan. Namun kenyataannya, sekalipun load factornya masih cukup rendah, karena konektifitasnya belum lengkap, tetap saja TMD menjadi primadona dan sesuatu yang selalu dinanti. Setidaknya, dengan 6 koridor yang dilayani dan menghabiskan anggaran Rp.80 M per tahun, telah mampu memindahkan orang yang awalnya menggunakan kendaraan pribadi ke angkutan umum. Sedikitnya terdapat hamper 200.000 penumpang setiap bulan atau 6.400 orang setiap hari emnggunakan angkutan umum. Jumlah ini hanya diperoleh dari 6 koridor saja yang sejatinya belum menghubungkan semua wilayah Sarbagita. Bisa dibayangkan bagaiman jika koridornya semakin lengkap, diyakini jumlah pengguna akan semakin banyak.
Dengan situasi seperti saat ini para pengguna yang terdiri dari para pedagang, pelaku UMKM, pelajar, Dosen, masyarakat yang cerdas serta pengguna lainnya mempertanyakan dimanakah pemerintah? Apakah para penguasa dan pemegang kebijakan dan kewenangan tidak memiliki rasa empati dan kepedulian terhadap situasi ini? Dimana komitmen mereka untuk memberikan perhatian dan pelayanan kepada masyarakat. Sedangkan mereka tahu bahwa, kemacetan lalu lintas adalah momok yang menakutkan dan menjadi salah satu alasan dan penyebab terganggunya kinjungan wisatawan. Apakah karena pemerintah tidak memiliki cukup uang untuk membiayainya? Apakah menyiapkan anggaran untuk kepentingan publik harus begitu sulitnya untuk dituliskan? Pertanyaan-pertanyaan tersebut wajib diperhatikan dan dijawab untuk memberikan kepastian akan kegelisahan dan kekawatiran tentang nasib Trans Metro Dewata. Membangun dan menggalang peminat dan pengguna angkutan umum bukanlah perkara mudah. Berbagai kesulitan dan tantangan harus dilewati dan seringkali berhadapan dengan tembok yang tinggi. Nah sekarang kita sudah memiliki pengguna angkutan umum TMD yang lumayan besar. Jumlah ini harus tetap dijaga dan diupayakan bertambah dengan menambah jumlah koridor, bukan malah sebaliknya membiarkan layanan ini berhenti tanpa ada rasa peduli. Alasan klasik yang akan diberikan adalah tidak punya cukup fiskal untuk itu. Tidak punya cukup dana untuk meneruskan semuanya. Tentu ada beberapa langkah yang dapat diambil, yaitu tetap meminta dukungan pemerintah pusat, baik melalui Kementerian Perhubungan, Kementerian Dalam Negeri atau Kementerian Keuangan dalam bentuk Dana Alokasi Khusus (DAK) transportasi. Atau dengan memanfaatkan UU No.1 Tahun 2022 yang mengatur pajak dan retribusi daerah, khususnya untuk PKB dan Opsen PKB yang diatur dengan PP No. 35 Tahun 2023 atau dengan memanfaatkan Perda No.6 Tahun 2023 tentang Pungutan Bagi Wisatawan Asing untuk Perlindungan Kebudayaan dan Lingkungan Alam Bali. Pasal 12 huruf e dapat dijadikan dasar hukum untuk membiayai operasional transportasi publik yang berkualitas. Jadi sebenarnya sumber-sumber fiskal sudah tersedia, tinggal sekarang apakah ada komitmen dan keseriusan untuk membiayainya. Tentu harus segera dibuat aturan legal formalnya dan tata cara atau mekanisme untuk pembiayaannya.
Waktu terus berjalan dan saatnya memutuskan sudah diujung tikungan. Tidak ada lagi waktu untuk berdebat dan saling menyalahkan. Tujuan sudah jelas ada dihadapan kita, yaitu tetap mengoperasikan Trans Metro Dewata agar asset penumpang yang sudah terkumpul banyak tersebut tidak hilang begitu saja. Semakin lama tidak ada kepastian, maka semakin pasti saja para penumpang TMD akan mencari jalannya sendiri-sendiri. Mereka akan kembali lagi ke pola lama perilaku transportasinya, yaitu mengunakan kendaraan pribadi bagi yang masih memiliki. Namun bagaimana dengan pengguna yang memang sangat tergantung pada layanan ini (cative riders) terutama para kelompok rentan dan disabilitas yang selama ini mendapatkan pelayanan yang cukup baik dari TMD. Akankah mereka harus berdiam di rumah saja tanpa dapat merasakan indah dan nikmatnya negeri ini, atau indahnya pulau Bali dimana orang luarpun bersemangat untuk datang. Mari jadikan momentum ini untuk kita saling memahami dan menjalankan apa yang menjadi tugas dan kewajiban kita masing-masing. Komunitas Teman Bus sudah selalu siap menggunakan TMD dan akan mempersuasi kelompok lainnya untuk bergabung. Pemerintah diharapkan selalu hadir untuk menyokong keberlangsungan operasionalnya dan diharapkan terus mengembangkan layanan transportasi publik lebih luas. Jika saja banyak orang yang berpindah dari menggunakan kendaraan pribadi ke menggunakan angkutan umum, maka jalanan akan semakin lengang, kemacetan akan berkurang dan Bali, khususnya Sarbagita akan semakin menarik, wisatawan akan lebih banyak lagi datang. Artinya pendapatan masyarakat Bali juga akan meningkat. (***)